Review Novel : Welcome Home, Rain
20.23
WELCOME HOME, RAIN
Penulis : Suarcani
Penyunting : Midya N.Santi
Perancang Sampul : IG @sukutangan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 304 halaman
Tahun Terbit : 2017
“Kamu tahu apa
bedanya mimpi dan ambisi, Ghi?”
Ghi tidak mau lagi menyanyikan Welcome Home, Rain. Lagu duet ciptaan
Kei. Sejak pemuda itu memergoki Kei keluar dari kamar hotel dngan bos
perusahaan rekaman terkenal, ia tidak mau berhubungan dengan segala hal tentang
gadis yang menjadi kekasih sekaligus pasangan duetnya. Toh, job menyanyi masih
mengalir deras untuk Ghi yang sudah lebih dulu tenar dan dipuja banyak orang.
Bagi Kei, skandal itu menutup pintu mimpinya. Bermain piano dan
menyanyi tidak lagi dapat dilakukan tanpa menghadirkan perih di hati. Bahkan
omelan Mama yang setiap hari mengisi hari-hari mereka dalam kemiskinan setelah
Papa bunuh diri tak mampu memaksanya kembali ke dunia musik.
Hingga tawaran duet di panggung pada hari Valentine tiba. Baik Ghi
ataupun Kei tidak dapat mengelak. Ghi butuh membuktikan kepada fans dan haters
yang mengejeknya cengeng karena belum bisa move on. Kei butuh yang untuk
melunasi utang Mama yang tak sanggup lepas dari hidup mewah.
Dengan kembali berduet di panggung, mereka merusaha memahami arti mimpi
dan ambisi yang sesungguhnya.
***
“Mimpi, kamu yang mengejar. Sementara ambisi, kamu yang dikejar. Mimpi, cita-cita.. itu tidak akan pernah lenyap, bisa kita gapai kapanpun kita mau selama kita berusaha. Tidak peduli hari ini, besok, ataupun lusa. Mimpi juga tidak akan membuatku berkorban secara ekstrem, tidak pula membuatku kehilanngan hal-hal yang sangat berarti selama aku mengejarnya.” –halaman 234
Ini kedua kalinya aku membaca
tulisan Mbak Suarcani. Setelah sebelumnya disuguhkan dengan kisah romance
dengan bumbu fantasi, di novel The Stardust Catcher, kali ini aku diajak untuk
membaca kisah genre Young Adult yang lain. Ceritanya lebih kompleks. Tidak
hanya tentang cinta dan mengejar mimpi, tetapi juga menghadirkan konflik
keluarga dan persahabatan. Novel ini diitulis dengan POV3, dengan alur maju
mundur. Penulisannya rapi, dan page turner banget.
Pengembangan karakternya juga
sangat baik. Kei, sosok yang tegar sekaligus rapuh. Ghi yang luar biasa keras
kepala dan kekanakan. Emosi yang meledak-ledak khas anak muda, disampaikan
dengan apik. Keliatan banget gimana jealous-nya
pas ketahuan diselingkuhin, atau gimana bencinya pas ketemu sama mantan padahal
sama-sama masih sayang *eh*. Dinamika kehidupan anak-anak dewasa muda dalam
pencarian jati diri, keinginan mendapat pengakuan atas dirinya, pergulatan
dengan dunia yang ternyata keras juga aku dapatkan pada novel ini. Kehadiran
tokoh-tokoh lainnya juga dapat porsi yang pas untuk membentuk alur menjadi
lebih menarik. Klimaksnya konfliknya dapet!
“Sebagai orang yang paling dekat dengan kamu, harusnya aku nggak emosi. Sungguh, kejadian itu bikin shock. Aku terlanjur cemburu, sehingga sama sekali nggak bisa bedain mana yang seharusnya aku percaya dan tidak. Aku.. aku sungguh merasa bersalah. Aku menyesal..”-halaman 279
Saat membaca kisah Ghi-Kei, aku
terbayang dengan sosok Ajun Perwira dan Agatha Chelsea. Menurutku, mereka
berdua sangat mewakili Ghi dan Kei di kehidupan nyata. Persamaan background, karir dan kemampuannya dalam
bermusik, membuat aku membayangkan mereka bermain peran dalam imajinasiku saat
membaca. Kalau kamu gimana? Ngebayangin siapa pas baca novel ini?
“Mungkin karena piano seperti hujan. Mereka bisa menghasilkan polifoni. Piano bisa memainkan ritmis dan melodi secara bersama-sama. Coba bayangkan hujan tanpa suara rintiknya saat menimpa genteng atau daun, tanpa desah anginnya, tanpa derunya? Menurutmu suaranya akan indah seperti yang kita dengar sekarang?” –halaman 74
Kombinasi musik dan hujan
menurutku sangat pas. Hujan membawa kesan yang syahdu. Kecintaan Kei pada piano
ditunjukkan melalui permainan sekaligus pengetahuan alat musik tersebut. Riset
tentang musik, utamanya alat musik piano juga disampaikan dengan sangat baik.
Aku yang hanya menikmati musik tanpa memahami musik sesungguhnya, setidaknya dapat
ilmu setelah baca novel ini.
Aku senang, Mbak Suarcani tidak
menghilangkan ciri khasnya untuk menyelipkan kearifan lokal Bali dalam setiap
novelnya. Kalau di novel The Stardust Catcher, beberapa wilayah di Bali akan
jadi tempat setting cerita, tapi di novel ini dikisahkan sosok Ghi yang bernama
asli Dewa Ketut, seorang anak dari keluarga kasta Ksatria atau Brahmana, di
Bali. Hal ini juga disampaikan melalui catatan pada footnote. Semoga di novel
selanjutnya, lebih banyak hal menarik tentang Bali yang disampaikan.
“Kala langit tak mampu menahan, mentari tidak cukup hangat menyentuh, kamu turun menghapus debu, menyapaku dalam deru. Welcome home, Rain.” –halaman 299
PS. Aku benar-benar nungguin album kolaborasi Ghi dan Kei!
2 komentar
Beberapa kali baca resensi buku ini dan rata-rata positif. Terlebih jika menilai tema musik yang diangkat, penulis seperti membuka bagaimana industri musik bergerak. Saya sendiri belum baca dan makin penasaran setelah baca ulasannya.
BalasHapusIya,kak. Aku juga tertarik sama novel tentang musik. Coba baca yang ini, kak. Recommended 😊
Hapus