Review Novel : Bukan Salah Hujan

10.01


Bukan Salah Hujan

Penulis                 : Ummuchan
Penyunting         : Tim Editor Fiksi
Desainer Sampul : Aqsho Zulhira
Penerbit              : Grasindo
Tahun Tebit        : 2018
Tebal Buku          : 226 Halaman



Membenci masa lalu tidak akan membuat hidupmu baik-baik saja. Sebab setiap manusia hidup dengan tiga hal; hari kemarin, hari ini dan hari esok.

Itulah mengapa hidup Randu tidak pernah baik-baik saja sejak hari ia kehilangan Rindu. Sampai suatu hari Nadi hadir dan melihat kekeliruan tersebut dalam diri Randu. Nadi mencoba mengembalikan pandangan-pandangan Randu tentang kesalahan di masa lalu, tentang hujan, bahkan tentang kehidupan. Nadi ingin Randu kembali percaya bahwa tidak semua terjadi saat hujan turun adalah salah hujan. Sebab hujan sendiri pun tidak pernah meminta dijatuhkan. Ia jatuh ke bumi karena permintaan orang-orang yang ingin menangis, tetapi tidak ingin sendirian.
***

“Aku semakin menemukan alasanku untuk berhenti dari pekerjaan ini dan pulang ke kampung halaman. Aku masih percaya tentang hidup bahagia adalah dengan mengumpulkan rupiah sebanyak mungkin. Tapi, aku percaya bahwa rupiah bisa ditemukan dimana saja. Tidak harus selalu berada di kota besar, sebab rezeki setiap orang sudah diatur. Bergantung kita yang mau atau tidak untuk berusaha menjemputnya.” –halaman 11
Nadi –Nadila Adara Abraham memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta setelah berkuliah dan bekerja di Ibukota. Ia menerima pekerjaan sebagai editor di sebuah penerbitan. Meskipun tidak tinggal di rumah setidaknya ia akan lebih dekat mengunjungi Pak Tua, lelaki tua yang membesarkannya. Di sebelah kantor Nadi, ada sebuah kios yang menjual hotdog. Kios itu dikelola oleh sepasang kekasih, Randu dan Rindu. Kios itu selalu ramai karena hotdog yang dijual berbeda dari yang lain, rasanya juga sangat enak. Sama seperti pelanggan lainnya, Nadi jatuh cinta sejak gigitan pertama.

Namun tiba-tiba semuanya berubah. Kios tiba-tiba tutup. Baik Randu, Rindu maupun Yoga, yang membantu melayani pembeli di kios itu benar-benar menghilang. Nadi seolah kehilangan nyawanya, tidak ada lagi hotdog terenak yang pernah ia makan, tidak ada lagi kios yang dianggap kantor keduanya. Setelah sekian lamanya, Nadi kembali bertemu dengan Randu. Laki-laki itu berubah, tidak seperti Randu yang dikenalnya dulu.. Berhasilkah Nadi membuat Randu kembali seperti dulu, kembali membuka kios, membuat hotdog dan menikmati hujan?
“Suatu hari, kamu akan tahu jawabannya dan di saat itu juga, dia sadar bahwa kamu adalah jawaban dari pertanyaannya. Karena kalian adalah jawaban dan pertanyaan itu sendiri”-halaman 111
***

Sebelum baca novel ini, aku sempat ikutan live penulisnya di IG dan sempat nanya-nanya juga tentang karier kepenulisan dan proses kreatif novel ini. Ternyata novel ini dikembangkan dari sebuah caption foto di Instagram kak Ummu. Salut banget sih sama penulisnya. Ini jadi bukti kalau inspirasi bisa datang kapan aja dan dimana aja.

“Nggak semua hal yang terjadi saat hujan turun adalah sepenuhnya salah hujan. Maksud gue begini, ada beberapa hal yang terjadi saat hujan turun, sebenarnya murni karena kesalahan kita. Tapi, untuk mencari pemakluman dari orang-orang sekitar, kita memilih menjadikan hujan sebagai alasan.” –halaman 63
Dari awal ceritanya udah menarik banget, karena pembaca seolah sedang mendengarkan setiap tokohnya bercerita secara langsung. Ide ceritanya sederhana, ekseskusinya bagus dengan gaya bercerita yang asyik. Aku menemukan banyak sekali kalimat-kalimat menarik, terutama dari Pak Tua. Novel ini terdiri dari enam bagian, dan tiap bagian diceritakan dari POV yang berbeda. Kadang POV1 dan POV3. Perbedaan POV1 dari tiap tokohnya sangat terasa.

Cerita ini lebih dari sekedar apa yang aku sampaikan. Ada banyak ‘rahasia’ dan konflik dari masa lalu Nadi. Di awal alurnya agak lambat karena banyak memberikan gambaran kehidupan tokoh. Memasuki halaman keseratus, baru deh muncul konflik sehingga alur selanjutnya jadi agak cepat dan terburu-buru. Menurutku kalaupun menambah beberapa halaman lagi kayaknya nggak masalah karena endingnya bisa dikembangkan menjadi lebih greget lagi hehe..  

“Mungkin seperti ini juga sebuah hubungan. Seseorang bisa bertahan tanpa cinta asal dia mau berusaha mencari sesuatu yang menjadi alasan kuat untuk dia bertahan pada hubungan yang sudah dimulai. Dan, alasan kuat itulah yang nantinya akan mengantarkan dia menemukan makna dari sebuah cinta sejati. Dan ugh, masih ada satu lagi karena sebenarnya cinta itu selalu bisa diusahakan” –halaman 69
Untuk karakterisasi, menurutku sudah cukup bagus. Nadi adalah seorang pekerja keras dan pantang menyerah. Lewat Nadi, kita bisa lebih kenal profesi editor, bagaimana pekerjaannya dan kenapa seringnya sebuah naskah ditolak wkwk.. Dia juga sangat sayang dengan keluarga. Kalau Randu, tipikal cowok yang penyayang dan well planned, udah mikirin masa depan bersama pasangan *duh!*. Tapi sekalinya jatuh bisa terpuruk banget. Tokoh-tokoh lainnya punya porsi yang cukup untuk membangun cerita. Ada juga yang memberikanku ‘kejutan’ lewat interupsi sekejap saja. Salut banget dengan anak ini!

Tokoh favoritku adalah Pak Tua. Entah kenapa setiap baca scene Pak Tua dan Nadi jadi keingetan sama bapak. Kangen banget sih hidup dengan beliau. Kangen bijaknya, kangen dengan cara beliau memberikan pandangan yang berbeda dan terus mengajak aku untuk berpikiran positif. Aku merasa juga ngalamin masa-masa seperti Nadi, mungkin karena itulah aku merasa sangat menikmati novel ini.  Saat hidup jauh dari keluarga pasti selalu ada keinginan untuk berkumpul tapi kadang terhalang jarak dan waktu. Anak rantauan, jangan lupa pulang ya! Nikmati setiap waktumu bersama orang-orang tercinta.

“Semua orang tua akan menua, anaknya tumbuh besar, dan mereka akan kembali sendiri karena anak-anaknya harus menyiapkan diri untuk menjadi orangtua hebat seperi mereka dulu.” –halaman 136
“Gue nggak pernah merasa ada yang salah dari hujan. Sebab apa yang pantas disalahkan dari hujan? Ia saja tidak pernah meminta untuk dijatuhkan.” –halaman 90
Latar cerita di Yogyakarta tidak terlalu ditonjolkan, settingnya seputar kantor, kios hotdog, pantai dan rumah Pak Tua. Tapi entah kenapa kehadiran hujan yang menyertai berbagai adegan novel ini terasa sekali. Hujan dan Jogja adalah kombinasi yang pas, syahdu sekali. Novel ini akan mengubah pandanganmu tentang hujan, yang identik dengan suasana yang muram. Hujan menghadirkan kebahagiaan jika kita memandangnya dari sudut yang berbeda.

Dari Randu, aku belajar bahwa satu-satunya cara terlepas dari masa lalu adalah dengan menghadapinya, sesakit apapun itu. Karena tanpa menghadapinya, kamu tak akan pernah bisa melanjutkan hidupmu dan merasa bahagia.

Oya, di novel ini aku masih menemukan banyak typo dan penulisan yang masih kurang tepat. Semoga di cetakan selanjutnya bisa direvisi sehingga tidak mengurangi nikmat membaca. Novel ini bisa dibaca oleh kamu yang berusia 15 tahun keatas, utamanya aku rekomendasikan buat pluviophile –si penyuka hujan.

“Ibaratnya orang yang sudah berada di atas, apa pernah dia berdoa untuk kembali jatuh dan berada di bawah? Begitu juga dengan hujan. Dia bahkan tidak pernah meminta untuk dijatuhkan, apalagi dijadikan alasan atas kepergian-kepergian yang akhirnya menyisakan luka.” –halaman 198
 

You Might Also Like

5 komentar