Review Novel : Coppelia

05.15



Coppelia


Penulis                         : Novellina Apsari
Editor                          : Ruth Pricilia Angelina
Desain Sampul            : Orkha Creative
Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit                : 2015
Tebal Buku                  : 188 Halaman
            Sejak kecil Oliver sudah jatuh cinta pada Nefertiti yang aneh. Namun, tetangga depan rumah sekaligus teman sekelasnya itu tiba-tiba menghilang. Oliver ditinggalkan sebelum sempat membuat gadis itu mengingat namanya.
            Sampai ke Jerman, Oliver mencari cinta pertamanya. Hingga akhirnya mereka bertemu. Tetapi, keadaan telah berubah. Nefertiti bukan lagi gadis yag dulu. Penari balet itu terluka sangat dalam dan menganggap cinta sebagai rasa asing yang terlalu merah untuk ia miliki.
            Akankah cinta menemukan jalannya, atau Nefertiti tidak akan dapat meloloskan diri dari masa lalunya yang begitu dingin.. Sedingin kisah boneka Coppelia yang begitu dicintai ibunya.
***
Coppelia. I am the Queen of Mediocre. Running away is my best talent and achievement. Coppelia merupakan salah satu tarian balet terkenal ciptaan Arthur Saint Leon dan pertama kali ditampilkan di Paris 1870. Coppelia bercerita tentang sebuah boneka yang sangat mirip dengan manusia, dibuat oleh Dr. Coppelius hingga membuat seorang pemuda lokal bernama Frans tergila-gila dan meninggalkan tunangannya, Swanhilde. Karena cintanya yang begitu dalam, Dr. Coppelius berambisi membuat Coppelia hidup dengan cara menjerat jiwa Frans.
            Awalnya, aku memang belum mengerti sepenuhnya arti dari paragraf tersebut. Tapi setelah membaca keseluruhan, utamanya mulai pada BAB terakhir aku mulai memahami kenapa tarian balet ini mempengaruhi keseluruhan cerita. Pembahasan mengenai beberapa bidang seni utamanya tentang tari balet.
            Setiap BAB, diceritakan dari sudut pandang orang pertama. Bergantian antara Nefertiti dan Oliver. Melalui sudut pandang mereka, jalan cerita yang agak rumit dapat terkuak. BAB pertama menunjukkan titik balik seorang Nefertiti melalui pertemuannya dengan Angeliki dan Timotheos. Selanjutnya secara bergantian Nefertiti dan Oliver bercerita dengan alur maju-mundur, tapi tidak membingungkan pembaca.
            Dari segi penokohan, aku suka dengan tokoh-tokohnya. Meski pemilihan namanya, ala-ala barat tetapi sangat unik dan langka. Nefertiti memiliki sisi kelam, pendiam dan malah menemukan kenyamanan dengan mereka yang luar biasa. Oliver yang mencintai Nefertiti dalam diam dan terus berjuang untuknya bahkan ketika gadis itu menghilang. Ibu Nefertiti yang sangat mencintai putrinya. Theos dan Mia yang istimewa tapi sayang hanya memiliki sedikit andil dalam novel ini.
Perpindahan setting tempat cukup cepat. Sesungguhnya interaksi Nefertiti dengan ayahnya dan Brian lebih bisa dieksplor lagi, apalagi Nefertiti dikatakan cukup dekat dengan keduanya. Over all, novel ini bisa jadi salah satu novel favorit bagi pecinta dark story.

Review Novel : Last Journey

02.44

Last Journey


Penulis                         : Kezia Evi Wiadji
Editor                          : Cicilia Prima
Desain Kover              : Jang Shan & Ivana PD
Ilustrator Isi                : Mico Prasetya
Penata Isi                    : Yusuf Pramono
Penerbit                       : Grasindo
Tahun Terbit                : 2015
Tebal Buku                  : 120 Halaman

            Jika sehari terdiri dari 24 jam atau 1.440 menit atau 86.400 detik. Setidaknya, aku telah bernapas di muka bumi ini selama 528 jam atau 31.680 menit atau 1.900.800 detik. Luar biasa bukan?
            Namun, pertanyaan yang muncul di benakku sejak satu bulan yang lalu adalah berapa lama lagi jam biologiku akan berdetak mngikuti detik jam yang ada?
            By the way, namaku Erika Natalia. Aku mahasiswi tingkat akhir Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Indonesia. Aku penderita leukemia kronis. Bisa jadi, Korea Selatan adalah perjalanan terakhirku!
***
            Setelah divonis menderita leukemia kronis satu bulan yang lalu, Erika Natalia seolah kehilangan semangat hidupnya. Ia tidak mampu memandang segala sesuatu dari sudut padang positif, ia tak mampu lagi berbahagia dengan kehidupannya. Erika merasa muak dengan rasa kasihan yang selalu ditunjukkan oleh keluarganya, sehingga ia memutuskan untuk ikut dalam rombongan tour perjalanan ke Korea Selatan.
            Tanpa disangka, Erika bertemu dengan Theo, salah satu dari anggota rombongan tour menuju Korea Selatan yang cukup ‘mengganggu’. Tidak hanya di ketika berada di bandara, Theo bahkan selalu menguntit Erika hingga sampai di Negara tujuan. Kehadiran Theo justru membuat perubahan besar dalam diri Erika.
***
            Ketika membaca novel ini, aku semakin meyakini bahwa mukjizat itu benar-benar ada. Tuhan selalu menunjukkan kita jalan terbaik melalui rangkaian peristiwa yang tidak pernah bisa kita prediksi sebelumnya. Banyak quotes dan kalimat-kalimat menarik yang membuat kita terinspirasi untuk menjalani hidup lebih positif dengan banyak bersyukur dan selalu berbahagia. Perkenalan Erika dan Theo juga meyakinkan bahwa love at the first sight itu beneran ada hehe..
            Kehidupan Erika digambarkan seolah sudah diujung tanduk, tapi karena perjalanan dan teman perjalanannya membuat ia lupa dengan sakitnya. Hanya beberapa part menunjukkan penyakit yang diderita oleh Erika. Menurutku, porsinya cukup karena Leukemia bukanlah fokus utama pada novel ini.
            Setiap BAB, dibuat berdasarkan tanggal perjalanan yang terjadwal dalam tour. Setiap tempat dan makanan yang dicicipi dijelaskan dengan detail. Novel ini ringan dan dapat dibaca saat bersantai dalam sekali duduk. Cocok banget buat kamu yang butuh piknik, tapi baru kesampaian lewat baca novel aja. Tapi sayangnya, jumlah halaman yang sangat tipis membuat novel ini cepat selesai padahal masih banyak hal yang dapat dikembangkan. Semoga, di lain kesempatan kisah Erika dan Theo bisa dilanjutkan lagi.

            Novel ini merupakan salah satu pemenang pilihan kategori fiksi dewasa pada lomba Publisher Searching for Author #3 yang diadakan oleh Grasindo pada tahun 2015. Tema yang diangkat pada lomba ini adalah naskah bercita rasa Korea Selatan.