Review Novel : Ours

02.09

 Ours

Penulis : Adrindia Ryandisza
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Penyunting : Nonie Pahmi
Perancang Sampul : @designgedang
Tahun Terbit : 2021
Tebal Buku : 208 halaman
ISBN : 978-602-06-5631-1
ISBN Digital : 978-602-06-5632-8

Sinopsis :

Menurutmu, mempunyai anak itu pilihan atau keharusan?

Latar belakang keluarga yang berbeda tak lantas membuat Prita dan Andi berdebat panjang saat diskusi tentang anak. Sebelum menikah, mereka sudah bersepakat untuk hidup tenang dan damai berdua saja sampai tua. Mereka bahagia. Sayangnya, prinsip mereka dianggap melenceng oleh keluarga Andi yang konservatif. Prita dianggap melawan kodrat. Beberapa perkataan dan perilaku anggota keluarga Andi membuat pasangan itu mengelus dada.

Situasi di sekitar mereka semakin mengancam. Kenzo, rekan kerja Prita, mulai terang-terangan mendekatinya. Belum lagi ibu yang menelantarkan Prita sejak kecil, tiba-tiba menuntut perhatiannya. Kedai kopi yang terancam bangkrut pun menguras pikiran Andi.

Keduanya tidak ingat lagi cara berbahagia. Komunikasi di antara mereka mulai terhambat. Namun, rumah tangga mereka terasa begitu riuh karena mulai terdengar suara-suara orang lain. Kehidupan Prita dan Andi pun tak lagi hanya milik berdua

Review :

Bisa dibilang, aku jatuh cinta dari kalimat pertama saat baca novel ini. Ini kesan pertama yang bikin makin suka dan makin tertarik untuk baca. Ceritanya mengalir saja. Sebenarnya judulnya sih "Ours" atau "kami" merujuk pada Prita dan Andi. Tapi nyatanya sama seperti kebanyakan kisah yang terjadi di sekeliling kita bahwa orang lain yang agak konservatif justru riuh dengan hal ini. Diceritakan dengan POV 3, alur novel ini terasa cepat di awal dan selanjutnya cukup padat. Konflik demi konflik muncul. 

"Enggak semua perempuan yang melahirkan siap menjadi Ibu. Kasihan si anak enggak bisa memilih siapa orang tuanya. Seharusnya enggak ada cetakan absolut dalam hidup, bahwa setiap pasangan yang menikah harus memiliki anak." -BAB SATU

Childfree, sepertinya masih menjadi hal yang tidak biasa bagi masyarakat kita. Paling sering ditanyakan alasannya kenapa, atau bahkan dituduh karena mengalami gangguan kesehatan sehingga tidak bisa memiliki anak. Padahal, kadang ada yang luput dipahami bahwa keputusan memiliki seorang anak itu adalah keputusan yang memiliki tanggungjawab yang besar. Jangan sampai malah nanti hanya memiliki anak tapi tidak bisa memberikan pengasuhan dan penghidupan yang layak. Karena anak tentunya tidak bisa memilih orangtua yang melahirkan mereka, namun para orang tua bisa memutuskan dan memilih hal yang paling bijak untuk anaknya. Kisah hidup Prita yang memiliki pengalaman kurang baik dengan orang tuanya membuat dia memutuskan untuk hidup bersama dengan Andi tanpa kehadiran anak. Tentunya keputusan untuk childfree memang harus didasari dengan pikiran terbuka dan penerimaan ya. 

"Menurutku, punya anak itu pilihan. Aku lebih memilih nggak punya anak daripada menyesali kehidupan kita yang berubah drastis. Apalagi kalau nggak mampu mengurusnya dengan maksimal. Bakal didera rasa bersalah terus-menerus" -BAB SATU

Aku suka sih dengan apa yang dilakukan oleh Prita dan Andi sebelum menikah, mereka mengomunikasikan apa yang diinginkan, hal-hal apa yang menjadi harapan dan tujuan mereka saat berumah tangga nantinya. Hal ini yang patut dicontoh oleh para pasangan sebelum menikah sih, jangan sampai setelah pernikahan itu terjadi ada yang merasa tidak satu visi misi dan pemahaman dalam berumahtangga. Tidak bisa lagi mengompromi satu sama lain, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Tokoh-tokoh disini, Prita adalah sosok wanita yang independent, mandiri, dan punya prinsip. Sementara Andi sangat bijak, pengertian dan sabar. Beruntung keduanya sepemikiran  ya, dan benar kalau dengan orang yang tepat, kita tidak akan merasa bosan hidup bersama. Kehadiran ibu Andi, kemudian Fitri, Kenzo, sosok-sosok dengan karakter seperti mereka mudah sekali ditemukan di kehidupan nyata kita. Aku sempat merasa kesal dan seudzon sama salah satu karakter, tapi akhirnya aku paham kalau dia hanya mencoba membantu dan jujur, ngga lebih.

Novel ini terasa sangat dekat dan realistis. Ketika menutup novel ini, aku merasa puas dan lega. Semua konflik terselesaikan dengan baik, meski sempat ketar-ketir karena beberapa bab terakhir gong konfliknya muncul. Endingnya dieksekusi dengan baik. Lewat novel ini, aku kembali mengingat bahwa komunikasi adalah kunci keberhasilan suatu hubungan. Jangan menyelesaikan masalah saat sama-sama lagi emosi. Jangan banyak dengerin kata orang, karena kita justru senewen alih-alih terbantu. Hidup kita akan berantakan. Lebih baik, gimana caranya kita cari cara agar tidak bosan dengan pasangan dan hidup bersama sepanjang yang kita bisa.

"Kita hanya perlu tutup telinga. Ini hidup kita. Kita nggak bisa mengendalikan orang untuk berpikir atau ngomong apa, tapi kita bisa mengendalikan hidup kita." -BAB TIGA PULUH SATU

Review Novel : Resepsi

23.02

 Resepsi

Penulis : Smita Diastri
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 320 halaman
Tahun Terbit : 2021
Editor : Riut Priscillia Angelina
Penyelia Naskah : Karina Anjani
Sampul dan Boneka Kertas : Orkha Creative
Penata Letak : Bayu Deden Priana
ISBN : 9786020656434
ISBN Digital : 9786020656441



Sinopsis :

Menerima undangan resepsi adalah perkara memilih gaun yang pas, sepatu yang cakep, dan "plus one" yang tepat. Urusan-urusan itu tidak pernah jadi hal yang sulit untuk Resi.

Namun, kali ini yang datang adalah undangan resepsi dari Ranu, si mantan pacar yang sudah 12 tahun "on-off" dengan Resi! Sampai enam bulan lalu, Resi masih yakin bahwa suatu hari di undangan resepsi itu akan tertulis namanya dengan Ranu. Mereka masih saling sayang kok! Semesta juga selalu menghadirkan kebetulan-kebetulan yang menghubungkan Resi kembali dengan Ranu.

Itu pertanda mereka berjodoh, kan?

Lalu kenapa undangan hijau toska yang mendarat di meja kerja Resi menuliskan nama berbeda? Bukan Resi & Ranu, melainkan Amelia & Ranu.

Apa yang salah? Resi coba memikir-mikirkan lagi 12 tahun ke belakang. Meski begitu, waktu terus berjalan. Resi cuma punya waktu satu minggu untuk ngotot ngorek-ngorek sisa cintanya di masa lalu, atau menghadapi apa yang sudah di depan mata: resepsi pernikahan mantan pacarnya dengan orang lain!

Review :

" Sungguh, dari semua akhir cerita  yang pernah dia bayangkan akan terjadi antara dirinya dan Ranu, tidak sekali pun ending seperti ini terlintas dalam bayangan Resi."- BAB 3, Juni 2008

Pertama kali baca sinopisnya, langsung tertarik untuk download di Gramedia Digital dan mulai membaca. Kalau diliat dari sampulnya unik banget, kesan retro muncul karena ya cerita ini juga berkisar dari tahun 90-00an, jadi makin pas. Pada cover, menampilkan empat ilustrasi sosok Resi remaja, Resi dewasa dan Ranu saat remaja. Eh, tapi ilustrasi laki-laki satunya tampak berbeda dengan kacamatanya. Seperti bukan Ranu deh, apa memang ada sosok lain nih? Wah menarik!

Dengan POV 3, cerita ini dijalin dengan alur maju mundur. Cerita dimulai dari saat Resi dan Ranu bertemu di sekolah SMA, pada tahun 1996. Kemudian bergantian dengan masa sekarang yang diceritakan tahun 2008. Mungkin agak membingungkan, tapi ketika mencermati setting waktunya, aku yakin bisa mengikuti ceritanya dengan baik. Susunan alur maju mundur inilah yang membuat kita menyatukan kepingan-kepingan memori Resi utamanya tentang hubungannya dengan Ranu. Meski disuguhkan konflik utama di awal, aku tetap menikmati mengikuti kisah ini sampai akhir. Penasaran setelah fase yang cukup panjang dan ribet, kadang on-off antara Resi-Ranu. Tapi ada juga manis, kecewa dan lelahnya juga ya dengan mereka. Hubungan ini jadi sesuatu yang mendewasakan keduanya.

"Semua hubungan yang awal dan akhirnya disepakati dua belah pihak bakal memudakan dua-duanya untuk move on. Ngga ada yang ngerasa superior karena ninggalin, dan nggak ada yang ngerasa bersala atau punya ekspektasi lebih. Makanya perlu diomongin. Perlu ada closure. Biar jelas kalau hubungannya suda sampai situ aja."-Juni 2008 

Suasana latar cerita tahun 1990-2000 an ini sangat terasa. Gimana penulis menyantumkan detail-detail, seperti keberadaan toko musik dengan berbagai koleksi kaset dan CD, mix tape berisikan playlist dari band terkenal pada masa itu seperti The Beatles, U2,  Oasis dll,  komunikasi lewat pager, teleponan dan janjian kencan via telepon atau telepon umum,  bahasa atau istilah anak muda saat itu lengkap dengan footnote-nya. Meskipun aku tidak mengalami masa itu, tapi rasanya bagi generasi 90-an lainnya masih bisa relate dengan suasana ini. Mungkin ada juga yang bakal flashback bagaimana menjalani masa sekolah mereka. 

Kalo aku sih mengalami masa ketika ulangan diwajibkan duduk sebangku dengan kakak tingkat, katanya biar ngga bisa nyontek. Eh bisa jadi timbul benih-benih asmara seperti yang dialami oleh Resi dan Mala hihii.. Menyenangkan sekali rasanya saat itu, lumayan bisa refreshing di masa-masa menegangkan karena bisa cuci mata haha.. Penggambaran suasananya sangat tepat.

 Dari segi penokohan, ada beberapa sifat dan sikap Resi yang dalam diriku, aku merasa bisa sepaham, bersimpati dan mendukungnya. Tapi di sisi lain, aku jadi sadar bahwa terlalu batu, gemes juga sama dia. Developing karakternya oke. Ranu ini suka banyak pertimbangan, tidak tegas, tidak pernah jujur dengan perasaannya. Kesel aja sih karena hal ini. Tokoh favorit, tentu saja Arga si pemuja closure kalo istilah Resi. Banyak belajar dan kagum sama pemikirannya Arga yang rasional, tegas, nggak berandai-randai. Dimana nyari sosok yang begini? selain itu, tokoh lainnya punya porsi pas dan punya hubungan yang saling terkait.

 "Segala hal itu antara terjadi atau nggak. Kalau nggak terjadi, ya sudah, berarti bukan untuk kita. Tapi untuk tau apakah suatu hal itu rezeki kita atau bukan, tentunya perlu sekuat mungkin, sampai pada satu titik yang terasa mentok. Kalau sudah begitu, kita baru akan tahu jawabannya."-BAB 6, Juni 2008

Menurutku, masih ada beberapa adegan dalam novel ini yang kadang terlalu luas dan tidak langsung merujuk dan menjadi bagian dari inti cerita, misalnya pada saat pendakian. Kalau dibuat lebih singkat atau berhubungan kuat, menurutku akan lebih baik. Overall, perkenalan pertamaku dengan tulisan Mbak Smita Diastri terasa sangat menyenangkan. Novel ini lebih dari konflik yang ditampilkan, banyak ada hal lain yang memperjelas dan yang penting sebagai penyelesaian konflik. Satu hal dari novel ini, bahwa closure itu bukan selalu tentang orang lain, tapi yang lebih penting untuk diri kita sendiri. bagaimana untuk menutup lembaran itu, menata hati sebelum akhirnya memulai hal baru, agar kita tidak dibayangi masa lalu. Suka banget sama endingnya!

"Orang dewasa itu bertanggungjawab atas kebahagiaannya sendiri. Dan kebahagiaan itu, nggak boleh berdasarkan imajinasi atau fantasi. Supaya bener-bener hepi, kamu harus menerima realita." BAB 11, Juni 2008


Review Novel : Mencari Simetri

05.49

 Mencari Simetri

Penulis : Annisa Ihsani

Penyunting : Merry Riansyah

Penyelaras Aksara : Yuliono

Desain Sampul : Sukutangan 

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit : 2019

Tebal Buku : 240 halaman

ISBN : 9786020629360 

ISBN Digital : 9786020629353

Sinopsis :

Menjelang usia kepala tiga, April merasa gamang dan kehilangan arah. Ia memiliki karier yang nyaman, tapi tidak bisa dibanggakan. Punya banyak teman, tapi mereka sibuk dengan keluarga masing-masing. Dekat dengan Armin, tapi tak pernah ada kejelasan. Belum lagi menghadapi keanehan Papa yang terus menerus melupakan hal sepele.

Enam tahun April terjebak dalam hubungan yang rumit dengan Armin. Entah salah satu dari mereka punya pacar, atau memang sudah terlalu nyaman berteman. April tetap tak mampu melepaskan Armin sebagai sosok pria ideal.

Saat menemani Papa melalui serangkaian tes medis, Lukman hadir. Pria itu menawarkan kehidupan yang mapan dan hubungan serius.

April berusaha mencari cara untuk menyeimbangkan hidupnya kembali. Dan cara untuk menemukan simetri hatinya. Memilih hidup bersama Lukman, atau menunggu Armin entah sampai kapan.

Review :

"Dulu aku selalu membayangkan, saat usia tiga puluh, aku akan menjadi wanita dewasa dengan manajemen keuangan yang matang. Nyatanya, kini hanya tinggal setahun lebih sedikit menjelang usia tiga puluh dan aku masih merasa seperti anak SMA." -halaman 22

Novel ini jadi perkenalanku dengan karya Annisa Ihsani. Sebelumnya beliau sudah menuliskan beberapa buku dari berbagai genre seperti A Untuk Amanda (Young Adult), A Hole in The Head dan Teka-Teki Terakhir (Teenlit). Covernya cantik, tampak seperti ilustrasi jam pasir. Sedangkan dari judulnya Mencari Simetri, Simetri yang menurut KBBI berarti seimbang, selaras. Itulah hal yang tepat menggambarkan apa yang diupayakan oleh April dalam kehidupan pribadi, pekerjaan, asmara dan keluarganya.

"Ketika orang-orang menaruh ekspektasi mereka terhadapmu dan kau tidak mau memenuhinya, itu bukan masalahmu. Kau tidak bisa memenuhi ekspektasi semua orang." -halaman 52

Di usia menjelang 30-an, April sudah menjalani karier yang nyaman, belum dikatakan cemerlang memang. Masih bucin dengan sosok Armin yang membuatnya terjebak dalam hubungan friendzone, belum lagi teman-temannya yang satu persatu mulai memasuki tahapan kehidupan baru dengan menikah dan punya anak. Belum lagi hubungan asmara yang tidak berjalan mulus. Tentu saja akan bertambah pusing jika ada teman, tetangga, saudara yang terus menanyakan berbagai hal dan mengungkit jam biologis dan standar kriteria yang tidak realistis. Dengan POV 1, aku merasa menjelma seperti April. Merasakan keresahan usia akhir 20-an, dimana harus berpacu dengan waktu tapi juga berkompetisi dengan label-label tertentu. Kadang krisis itu benar adanya. It's okay sih, toh juga kehidupan ini bukan ajang perlombaan, semua punya garis start tersendiri. 

"Janganlah terlalu sering membanding-bandingkan hidupmu dengan orang lain."- halaman 96

Lewat novel Mencari Simetri inilah aku menyukai tulisan beliau. Gaya berceritanya agak kaku dengan penyebutan aku-kau, tapi aku nyaman saja membacanya. Cerita yang dituliskan sangat real terjadi di kehidupan nyata. Tidak hanya yang dialami oleh April, tetapi juga tokoh-tokoh yang ada di sekitarnya dalam novel ini. Gimana memelihara persahabatan dengan sahabat di usia dewasa dengan kehidupan yang berbeda sebelum berkeluarga, strugle menjadi ibu muda, hubungan orang tua anak apalagi jika mereka sudah ada di usia senja, memilih dan berkomitmen dengan pasangan, hingga merawat rumah tangga yang tengah diterpa badai.  Meski berlabel Metropop, novel ini bisa dikatakan minim romansa, tapi tetap kerasa kok, gimana galaunya fallin in love with people you can't have, atau sekedar tidak merasakan rasa yang sama dengan dia yang mencintai kita. Cinta terkadang memang rumit. Aku kira akan ada plot twist dan ending yang biasanya di novel Metropop, tapi pilihan April adalah yang terbaik saat itu.

Terkait dengan pengembangan karakter, aku rasa April mengalami banyak perubahan sejak halaman pertama, meski kesal karena dia batu dan bucinnya kelewatan sama Armin. April jadi lebih tegas dan mengutamakan dirinya Hubungan dengan Papanya juga semakin dekat dan saling memahami. Kalau Armin, ya sama seperti disebutkan mungkin setiap kita memiliki Armin masing-masing, tapi Armin dengan breadcrumbingnya sangat menyebalkan. Alih-alih Armin, aku juga menemukan Lukman, mungkin tipikal ideal tapi juga ada prinsip yang kadang juga tidak bisa selalu ditoleransi agar hubungan berjalan dengan berhasil.

Overall, novel ini bisa jadi salah satu novel yang mungkin akan membuatmu merasa sangat relate. 

"Cinta bisa datang dan pergi. Komitmenla yang membuatmu tetap bertahan." - halaman 210






Review Novel : Janji

19.51

 Janji

Penulis : Alifiana Nufi
Penerbit : Bentang Belia
Tahun Terbit : 2019
Tebal Buku : 254 halaman
Penyunting : Essa Putra, Dila Maretihaqsari
Perancang Sampul : Nocturvis
Pemeriksa Aksara : Nur Fahmia, Rani Nura
Penata Aksara : Nuruzzaman, Petrus Sony
ISBN : 978-602-430-375-4



Sinopsis :

Nirmala suka banget bikin sumpah-sumpah konyol, hingga dianggap aneh oleh teman-teman. Dia baru kena batunya saat melihat Rajendra, atlet taekwondo idolanya, membawa payung saat hujan lebat. Nirma spontan bersumpah minta ditampar kalau sampai cowok itu menawarinya sepayung berdua.

Gara-gara janji Nirma itu, Rajendra jadi kena masalah.

Rajendra terancam gagal ikut seleksi pekan olahraga tingkat provinsi karena berada bersama Nirma pada saat yang nggak tepat. Ingin sekali ia menjauhi gadis itu, tapi takdir terus mendekatkan mereka, dengan berbagai masalah yang senantiasa mengikuti tanpa henti.

Review : 

"Kadang, mulut itu lebih cepat daripada otak. Udah terlanjur ngucap, pantang nggak bertindak." -halaman 13

Saat kita punya keinginan, pernah nggak sih terucap sebuah janji yang akan kita lakukan jika keinginan itu terwujud? Nah, kalau sudah terwujud apa masih ingat untuk melakukan janji yang kita ucapkan sebelumnya? Ada kepercayaan bahwa janji yang tidak ditepati akan menimbulkan kesusahan atau kesialan. Nahlooo! Kan gawat?! Wajib hati-hati nih. Karena mulutmu harimaumu.

Kebiasaan untuk mengucap janji juga sering dilakukan oleh Nirma. Tidak jarang, janji-janjinya juga suka absurd dan malah menimbulkan masalah. Salah satunya pada Jendra, kakak kelas yang telah lama ia idolakan. Karena janji itulah, Jendra  Bukannya beruntung, bisa didekatkan dengan idola lewat jalur VIP, eh malah bikin hubungan mereka jadi nggak baik.

"Gue tahu, Nir, lo sering janji sama diri sendiri buat ngelakuin ini-itu kalau permintaan lo terkabul. Itu bagus sih, buat motivasi, tapi jangan sampai ngorbanin orang lain, dong."-halaman 57

Novel ini merupakan salah satu novel yang terbit dari ajang Belia Writing Marathon Series Batch 2 kategori Editor Choice. Setelah melewati seleksi dan serangkaian proses, novel ini jadi salah satu yang akhirnya bisa terpilih diterbitkan dan sampai di tangan pembaca, keren banget! Nggak heran, novel ini punya cerita khas teenlit yang nggak hanya melulu soal romansa yang menye-menye tapi juga memotivasi. Dengan setting cerita kebanyakan di sekolah yaitu di SMA, membuat aku kembali ke masa-masa sekolah dulu. Gimana dinamika saat belajar, seru-seruan sama temen, dimarahin guru bahkan mulai naksir-naksiran. Aku yakin semua pasti pernah mengalami hal-hal yang ada di buku ini. Diceritakan melalui POV3, dengan gaya bahasa yang asyik jadi nggak berasa saat baca.

Soal karakter, semuanya berkesan sih buat aku. Semua tokoh dapet porsi yang pas. Nirma, sosok cewek yang agak tertutup karena sering dinilai absurd. Alya, yang rame dan emang bestie banget buat Nirma karena saling melengkapi. Jendra, di balik omongannya yang suka pedes tapi ternyata sosoknya pintar dan pekerja keras. Agil, si sweet boy dan jangan lupakan Giri, boyfriend and brother material, semuanya ada di dia!

Chemistry Nirma dan Jendra terasa perlahan tapi pasti, datar aja tapi interaksinya bikin sebal dan senyum-senyum. Sedikit greget saat Nirma "dibela" oleh Jendra dan menurutku cukup sih. Side story tentang keluarga masing-masing juga mendukung cerita. Penjelasan mengenai Taekwondo juga cukup detail dituliskan disini, termasuk menambahkan detail adegan pertandingan serta catatan kaki. Berguna untuk pembaca yang buta dengan dunia taekwondo, seperti aku. Selain itu, menghadirkan hal-hal kecil seperti konsisten dengan segala menu matcha adalah poin plus bagiku. 

Ilustrasi dalam novel dan potongan chat-chatnya bikin gemes deh. Covernya simpel, sesuai menggambarkan keseluruhan isi cerita.  Extra part yang ada menurutku sangat tepat ditambahkan. karena kalau berlalu begitu aja, aku rasa sosok Giri akan berkurang dikit pacar-ablenya, dan keputusan Nirma tidak jadi kekanakan karena tindakan impulsif.  Tentunya ngga ada lagi janji-janji absurd Nirma ya  hihii..

"Hidup nggak melulu soal cinta. Apalagi kita masih muda, jalan kita masih panjang. Masih banyak target yang pengin gue capai." -halaman 119

Novel ini menunjukkan betapa kekaguman terhadap sosok idola, atau orang yang kita suka tidak selalu menjadi hal negatif. Itu juga bisa menjadi motivasi positif bagi kita untuk meraih impian. Perubahan harus ditujukan untuk diri kita, bukan hanya semata-mata untuk orang lain.  Setuju sih, masa muda masa meraih mimpi, seharusnya cinta bisa berjalan beriringan tanpa mengganggu dan membebani satu sama lain. Fokus pada tujuan dan berjuang bersama. 

"Motivasi itu penting buat mencapai impian. Semakin kuat motivasi lo, semakin lo giat berusaha mencapai impian itu. Jangan asal ngikut aja. Masih banyak waktu buat lo mikir masa depan, tapi jangan dipikirin oang. Mulai disiapin dari sekarang." -halaman 135




Review Novel : Sketch Of Love

21.33

Sketch of Love

Penulis             : Amelia
Penyunting      : Ani Nuraini Syahara
Desain             : Amanda M. T. Castilani
Desain Cover  : Dea Elysia Kristianto
Penerbit           : Penerbit Bhuana Sastra
Tahun Terbit    :  2019
Tebal Buku      : 193 Halaman


"Sketch of love : Sebuah sketsa cinta dari berbagai sudut pandang ketika kita melihat orang yang kita kagumi" -hlmn 106

Pertama kalinya baca novel dengan setting negara Gajah Putih. Seru banget! Cukup banyak dapat info baru lewat footnote dan berkeliling ke beberapa tempat menarik, utamanya galeri-galeri seni di Thailand. Membaca novel ini seperti membaca novel terjemahan, dg gaya bercerita yg cukup baku.

Novel setebal 193 halaman ini diceritakan dari POV 1 versi Roong. Alurnya cepat dan menurutku masih bisa dikembangkan lagi karena makin ke belakang, ceritanya makin complicated. Endingnya juga nanggung dan masih menyisakan tanda tanya. Bagaimana hubungan Mod dan Roong setelah ini semua? *send virtual hug to Mod*

Bicara ttg tokohnya, sesungguhnya aku gemas dg sikap Roong yg mau tak mau dan seenaknya. Menyebalkan! Tokoh favoritku, tentunya Phi Fon. Karakternya yg paling terlihat berkembang sepanjang cerita. Btw.. aku suka filosofi payung dan hujanmu, Phi Fon 😘

Novel Sketch of Love menunjukkan ketulusan cinta, persahabatan serta upaya mengejar impian, dan membuktikan bahwa kita bisa meraihnya. Meski kadang orang terdekatmu, kadang tidak bisa menerima dan memahaminya.
.
.
"Cinta selalu butuh dua orang agar bisa berjalan ke depan. Jika hanya satu orang yang berjalan sementara yang lainnya masa menoleh ke belakang, maka keduanya tidak akan kemana-mana" -hlmn. 192

Review Novel : Voice

21.26

 Voice

Penulis : Ghyna Amanda
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2014 (Cetakan kedua, November 2021)
Editor : Hetih
Perancang Sampul : Orkha Creative
Tebal Buku : 192 hlmn
ISBN : 978602065574-1
ISBN Digital : 978602065575-8



Sinopsis :

Serbasalah memang kalau punya suara kelewat ganteng. Setiap menerima telepon, Kirana pasti dikira laki-laki. Padahal, dia jelas-jelas cewek tulen.

Namun, suara itu yang membawa Kirana memasuki industri yang tidak pernah dibayangkannya. Dia mendapatkan penawaran untuk menjadi voice actor untuk karakter utama lelaki dalam sebuah cerita animasi.

Kebalikannya, pengisi suara karakter utama perempuannya justru cowok bersuara lembut dan bening. Tidak seperti hubungan mereka dalam cerita, Kirana sulit untuk tidak berprasangka buruk terhadap Akira di kehidupan nyata. Belum lagi hubungannya dengan pengisi suara lain yang meremehkannya sebagai newbie.

Kirana jadi mempertanyakan apakah ini termasuk kesempatan langka atau malah malapetaka. Dia pun berjuang menyingkirkan rasa tidak percaya diri. Dia ingin menjadi voice actor yang dapat menghidupkan karakter dalam layar, walau dengan suara yang tertukar.


Review :

"Suara itu... kalau sama diri sendiri nggak akan terdengar berbeda, nah kalau sama orang lain baru bisa kedengeran khasnya." - Bab 1, Operator

Suara, merupakan salah satu hal yang membedakan seseorang dengan lainnya. Suara ini juga bisa jadi ciri khas seseorang. Nah, karena suara ini juga akhirnya membawa Kirana berkenalan dengan dunia voice actor. Dunia yang sama sekali tidak dikenalnya, dunia yang memberikan banyak tantangan dan juga pengharapan. Belum lagi dia berkenalan secara tidak sengaja dengan Akira, sosok cowok yang bersuara lembut sedangkan karakter suaranya sendiri agak manly sehingga sering dianggap suara cowok. 

"Ya, kadang-kadang suaraku juga dianggap lebih miri suara laki-laki. Kadang-kadang rasanya nyebelin juga, tapi akhirnya kita dapat tempat, kan?" - Bab 5, Project

Aku membaca novel ini pada secara digital via Gramedia Digital versi cetakan kedua dengan sampul yang baru. Desainnya lebih oke, lebih fresh dan lebih masuk ke ceritanya. Voice jadi novel ketiga karya kak Ghyna Amanda yang aku baca. Sebelumnya sudah baca God.Speed (Teenlit, GPU) dan Titik Temu (Mojok). Suka banget dengan gaya penulis meramu cerita jadi enak dibaca, mengalir saja. 

Novel ini banyak membahas mengenai Voice Actor. Bagiku, ini masih agak asing sehingga dengan membaca jadi nambah insight. Penjelasan dan penggambaran mengenai industri ini cukup detail, mulai dari persiapan dan proses produksi. Begitu pula karakter Akira yang bercita-cita sebagai Seiyuu, sebutan bagi Voice Actor pada industri hiburan di Jepang. Meski di Indonesia sendiri belum terlalu populer dibadingkan dengan di negara lainnya. 

"Nggak ada usaa yang cukup, Kir.. nggak pernah ada. Tapi setidaknya, hargai usahamu sendiri.."
-Bab 9 Retake

Mengenai jalan cerita, kadang terasa agak datar dan cepat dalam membangun chemistry antar tokoh. Masih ada plot hole, terutama mengenai misteri "kecelakaan" yang dialami oleh Kirana hingga terjun ke dunia voice actor masih belum terjawab. Mengenai proyek dengan Indra dan juga reaksi terhadap peran Akira dan Kirana juga bisa lebih di-explore

Dari segi, konflik yang ditampilkan, khas genre Young Adult pada usia tersebut seperti struggle mencoba hal baru, mengalami rasa insecure, tidak PD terhadap kemampuan diri sendiri dan masih dalam proses pencarian jati diri untuk menentukan arah menuju hal yang diinginkan dan diimpikan. Untuk side konflik keluarga, berjalan seiring dan tidak mendominasi. Kalau menurutku, hal ini masih bisa dikembangkan. Soal romansa, ada sih beberapa part yang nunjukin aksi tipis-tipis, gemes meski ada yang mainstream ya! Hahaa

Tokoh yang jadi favoritku, si cowok berambut cokelat terang, Akira. Sosok teman yang sangat supportif dan passionate banget! Dia tau apa yang dia mau dan dia berusaha keras untuk mewujudkannya. 

"Aku bukan tipe orang yang bisa kerja sama dengan orang lain, tapi aku juga nggak mau gagal karena orang itu." - Bab 14 Record

Overall, aku sangat menikmati membaca buku ini. Tipis bisa dinikmati sekali duduk. Dari Kirana, aku belajar banyak hal, jangan mengecilkan dirimu dengan potensi yang kamu miliki, hanya karena perbedaan. Karena hal yang tidak biasa, bisa menjadi hal yang luar biasa. Cari tutor, cari teman dan lingkungan yang menyemangati untuk berkembang. Yang terpenting, dengarkan diri sendiri dan yakin percaya!

"... saya belajar mengenai banyak hal. Bagaimana terus belajar mengenai usaha yang telah kita lakukan, bagaimana tidak menyerah, bagaimana terus belajar mengenai pekerja yang profesional dan bagaimana bekerja sama.." - Bab 15 Premiere


Review Novel : The Boy I Knew From Youtube

18.40

The Boy I Knew From Youtube

Penulis               : Suarcani
Penyunting         : Midya N. Santi
Penyelaras Aksara : Wienny Siska
Desain Sampul  : Sukutangan
Penerbit             :Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku        : 256 halaman
Tahun Terbit      : 2020
ISBN                 : 978-602-06-3819-5
ISBN Digital      : 978-602-06-3820-1

Blurb
Pada hari pertama di SMA, Rai terkejut. Ternyata Pri, pemilik channel Pie Susu, adalah kakak kelasnya. Mereka sering berinteraksi di kolom komentar YouTube, bahkan berlanjut ke e-mail.

Pie Susu tidak pernah mengetahui identitas Rai. Video cover lagu-lagu yang Rai nyanyikan di channel Peri Bisu hanya menayangkan sosoknya dari belakang. Itu pun sebatas pundak ke atas. Karena sudah tiga tahun Rai tidak lagi nyaman menampilkan bakat menyanyinya di dunia nyata.

Saat tiba-tiba Rai terpaksa harus tampil lagi di depan umum, Kak Pri bersedia mengiringinya dengan gitar. Persiapan lomba akustik pun menggiringi interaksi mereka di dunia nyata. Namun, Ria masih tidak percaya diri. Terutama ketika gosip dan perlakuan tidak menyenangkan atas ukuran tubuhnya kembali mencuat.
***

Sebelumnya mau ngucapin selamat atas kelahiran novel ini buat Mbak Suarcani. Setelah tau, udah rilis di Gramedia Digital, langsung auto download. Baca karya Mbak Suarcani emang bikin nagih. Kalo di novel-novel beliau sebelumnya, termasuk dalam lini Young Adult dan Metropop GPU. Aku terbiasa gaya cerita yang asik dengan twist yang tidak terduga dan perasaan yang kompleks ketika membaca novel beliau.   

Novelnya kali ini masuk di lini teenlit. The Boy I Knew From Youtube bisa dikatakan cukup oke. Covernya juga cakep banget! Tema yang diangkat sering terjadi di kalangan remaja. Isu body shamming, bullying dan rasa insecure pada diri sendiri , benar-benar dekat dengan kehidupan kita. Apalagi ditambah sedikit bumbu persahabatan-percintaan ala-ala SMA, bikin ceritanya makin sip.

“Membicarakan hal-hal pribadi  apalagi sampai membuat kamu mengalami body shamming dan pelecehan seperti ini bukanlah hal yang etis. Orang itu harus dikasih pelajaran biar dia ngerti cara menghargai perbedaan, menghargai orang lain.” – halaman 114

Novel ini menggunakan POV3, dengan alur maju. Ceritanya lebih fokus pada Rai tentang bagaiana dia berusaha untuk kembali bangkit, melawan rasa takutnya dan membuktikan bahwa ia bisa meraih impiannya. Dukungan yang tulus dari orang-orang sekitarnya juga sangat membantu. Inilah yang paling dibutuhkan pada kasus seperti Rai. Apa yang dialami oleh Rai diceritakan dengan jelas. Baik penggambaran keadaannya, maupun perasaan yang dialami oleh Rai bisa aku rasakan. Pesannya juga tersampaikan kepada pembaca. Salut banget dengan penyelesaian konfliknya.

Novel ini juga memuat hal yang lagi “in” saat ini yaitu YouTube. Aku kira bakal menyinggung soal dunia youtuber dan sebagainya. Tapi ternyata nggak. Hanya perkenalan Rai dan Pri aja lewat sana, dan ternyata ketemu di dunia nyata. Kebetulan satu sekolah dan tergabung di ekskul yang sama.

Yang aku suka disini adalah sosok Rai yang ‘biasa aja’ tapi punya potensi. Bukan tipikal tokoh cewek di novel kebanyakan yang populer. Rai menarik dengan caranya yang berbeda. Tokoh-tokoh lainnya punya karakter yang kuat. Kak Pri yang loveable, Kak Saka yang care dengan caranya sendiri, Kiki –sahabat Rai yang kadang nyebelin juga, Lolita –yang sudah kuduga sifatnya wkwk.. Masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya.

Settingnya masih di Bali. Kali ini bukan tentang tempat-tempat menarik, tapi kebiasaan dan beberapa kalimat berbahasa Bali disertai penjelasan artinya pada footnote. Sekadi mantap sampun niki! Yen Mbok Suarcani nulis ne care kene, jeg pasti CGT wkkwkk 

PS. Aku menunggu collab Pie Susu dan Peri Bisu secepatnya!


“Asal kamu tahu, inti utama dari bahagia itu sebenarnya adalah rasa puas. Jika puas terhadap apa yang kemu miliki hari ini, pasti bisa merasa bahagia. Tak ada ekspektasi berlebih, enggak ada rasa kecewa ketika harapanmu nggak kesampaian.” –hlmn. 142.