Review Novel : Purple Prose
17.09
Purple Prose
Penulis : Suarcani
Penyunting : Midya N. Santi
Penyelaras Aksara : Mery Riansyah
Perancang Sampul : Orkha Creative
Tebal buku : 304 halaman
Tahun terbit : 2018
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Blurb :
Tujuh tahun lalu kematian Reza membuat Galih lari ke Jakarta. Namun, penyesalan tidak mudah dienyahkan begitu saja. Ketika kesempatan untuk kembali ke Balu datang lewat promosi karier, Galih mantap untuk pindah. Ia harus mencari Roy dan menyelesaikan segala hal yang tersisa di antara mereka.
Roya begitu terkurung dalam perasaan bersalah. Kanaya, adiknya, menderita seumur hidup karena kekonyolannya tujuh tahun lalu. Roya merasa tidak memiliki hak untuk berbahagia dan menghukum dirinya secara berlebihan. Kehadiran Galih mengajarkan Roya cara memaafkan diri sendiri.
Saat karier Galih makin mantap dan Roya mulai mengendalikan haknya untuk berbahagia, karma ternyata masih menunggu mereka di ujung jalan.
***
Sejak baca The Stardust Catcher, aku langsung tertarik membaca semua karya Mbak Suarcani. Kali ini novel terbarunya, Purple Prose. Sebenarnya istilah Purple Prose ini masih asing bagiku. Awalnya aku bingung dengan kaitannya dengan novel ini, sampai akhirnya dijelaskan..
"Prosa ungu itu semacam kalimat berlebih yang sering muncul di sebuah buku, biasanya sih novel. Kalimat-kalimat yang boros kata, bertele-tele, rumit dan seakan menarik perhatian untuk dirinya sendiri." - hlmn. 162
"Itu juga terjadi pada kita, Ya. Kamu sama seperti aku. Sama-sama terjebak dalam kesalahan masa lalu. Jika disamakan dengan buku, berlembar-lembar kisah kita hanya dipenuhi oleh purple prose, oleh penggambaran rasa sakit dan sesal atas peristiwa itu. Padahal dalam lembar-lembar terbuang itu kita bisa maju selangkah, atau setidaknya berusaha untuk move on. Tapi kenyataannya kita nggak bisa." -hlmn 163
Covernya keren! Bernuansa ungu, yang sendu, menampilkan sosok Roya dan kebiasaannya menatap asap dupa sebagai healing terapi. Melihatnya aja udah seperti ikut terbawa. Purple Prose tetap khas Suarcani dengan jalinan kisah yang rapi, serta setting dan nuansa budaya Bali yang kuat.
"Sejujurnya aku sama sekali tidak pernah lupa hari itu, tidak pernah lupa pada kesalahanku, tapi aku tidak ingin penyesalan itu membuatku untuk hidup lebih baik" -hlmn.164
Purple Prose punya formula yg serupa dengan novel metropop beliau sebelumnya, Rule of Third, dimana tokohnya mengalami kejadian yang serupa, lalu bertemu dan saling mendukung. Purple Prose mengangkat tentang kehidupan anak muda yang bebas, terbelenggu oleh lingkaran setan yang akhirnya menyebabkan penyesalan dan dihantui oleh rasa bersalah di masa lalu.
Novel punya nuansa lebih dark dengan plot twist dan ending yang tidak terduga. Aku puas karena penulis mengungkapkan clue pelan-pelan, sambil terus membangun chemistry antara Galih-Roya.
Galih sosok yang menyenangkan, usil, menarik sekaligus misterius. Sedangkan Roya cewek manis yang sering gugup, ceroboh, juga terkungkung dengan rasa bersalah di masa lalu. Berkenalan dengan mereka, membuatku ikut tersenyum bahagia, sekaligus getir. Mereka saling mendukung dan melindungi. Namun permainan karma membuat mereka tidak berdaya.
Meskipun menurutku masih ada beberapa hal yang janggal dan seolah-olah disengaja. Overall, aku puas dengan Purple Prose. Permainan konflik dan emosinya mantap.
Bersama Galih dan Roya, pembaca diajak untuk belajar memaafkan, kembali melanjutkan hidup lebih baik dan menyelesaikan masa lalu dengan jujur dan bertanggung jawab.
"Karma itu seperti asap, Ya. Dia selalu ada di udara, walau tak terlihat. Ketika waktunya tiba, dia akan menagih pertanggungjawaban" -hlmn 289
0 komentar